Sumber : APEGTI: Krisis gula di depan mata
JAKARTA. Asosiasi Pedagang Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI) menyatakan krisis gula di dalam negeri sudah di depan mata. Selain dampak panen tebu yang tidak sesuai target, realisasi impor yang sudah dikeluarkan pemerintah tak kunjung dilakukan oleh importir.
"Ini akan mengakibatkan neraca gula terganggu," kata Ketua Umum APEGTI, Natsir Mansur di Jakarta, Senin (22/11).
Natsir menilai, kondisi produksi gula sudah mengkhawatirkan karena defisit sudah mengalami kenaikan dari prediksi semula 400.000 ton naik menjadi 700.000 ton.
"Masih banyak tebu yang belum dipanen karena musim hujan, kalau musim hujan susah untuk panen karena rendemen gulanya turun," jelas Natsir yang mengaku sudah mewanti-wanti pemerintah soal neraca gula itu sejak Agustus lalu.
Hingga Desember mendatang, Natsir menemukan adanya petani yang enggan memanen tebunya karena kondisi cuaca penghujan yang bisa membuat biaya produksi lebih tinggi.
Masalah produksi gula didalam negeri juga dihantui oleh harga gula dunia yang melejit. Banyak produsen dan pedagang gula dunia menyimpan gulanya karena memprediksi harga akan terus merangsek naik. Akibatnya, banyak pedagang gula menahan gulanya karena mengetahui Indonesia akan membutuhkan gula.
"Barang itu sudah dikuasai oleh trader gula dunia, termasuk termasuk untuk kebutuhan Indonesia," ungkap Natsir yang menyayangkan masalah gula ini selalu berulang setiap tahunnya. Masalah gula tersebut menjadi ganjalan yang tidak berkesudahan saban tahun.
Tahun ini, pemerintah harus menyiagakan sekurang-kurangnya 1,2 juta ton untuk kebutuhan gula untuk kebutuhan hingga Juni 2011 atau sampai masuknnya musim giling tebu tahun 2011. Jika stok tidak tersedia maka neraca gula Indonesia tahun depan akan semakin berkurang dan defisit gula tahun depan juga semakin membengkak.
"Saat ini pemain gula itu hanya mafia gula tanpa melibatkan pemain lainnya atau memberi ruang kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk bisa mengatasi gejolak gula di daerahnya masing-masing," katanya.
Sebab itu, Natsir mengharapkan adanya revisi kebijakan gula.
Soal importir yang berencana menunda pembelian gula impor, Natsir menilai hal tersebut merupakan akal-akalan untuk meraup keuntungan. Jika gula tak kunjung diimpor, maka dikhawatirkan akan ada rembesan gula dari industri rafinasi yang harga jualnya masih menggunakan harga lama.
"Yang untung pedagang gula rafinasi; karena mereka sudah beli saat harga gula US$ 630 per ton dua bulan lalu," tutur Natsir.
JAKARTA. Asosiasi Pedagang Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI) menyatakan krisis gula di dalam negeri sudah di depan mata. Selain dampak panen tebu yang tidak sesuai target, realisasi impor yang sudah dikeluarkan pemerintah tak kunjung dilakukan oleh importir.
"Ini akan mengakibatkan neraca gula terganggu," kata Ketua Umum APEGTI, Natsir Mansur di Jakarta, Senin (22/11).
Natsir menilai, kondisi produksi gula sudah mengkhawatirkan karena defisit sudah mengalami kenaikan dari prediksi semula 400.000 ton naik menjadi 700.000 ton.
"Masih banyak tebu yang belum dipanen karena musim hujan, kalau musim hujan susah untuk panen karena rendemen gulanya turun," jelas Natsir yang mengaku sudah mewanti-wanti pemerintah soal neraca gula itu sejak Agustus lalu.
Hingga Desember mendatang, Natsir menemukan adanya petani yang enggan memanen tebunya karena kondisi cuaca penghujan yang bisa membuat biaya produksi lebih tinggi.
Masalah produksi gula didalam negeri juga dihantui oleh harga gula dunia yang melejit. Banyak produsen dan pedagang gula dunia menyimpan gulanya karena memprediksi harga akan terus merangsek naik. Akibatnya, banyak pedagang gula menahan gulanya karena mengetahui Indonesia akan membutuhkan gula.
"Barang itu sudah dikuasai oleh trader gula dunia, termasuk termasuk untuk kebutuhan Indonesia," ungkap Natsir yang menyayangkan masalah gula ini selalu berulang setiap tahunnya. Masalah gula tersebut menjadi ganjalan yang tidak berkesudahan saban tahun.
Tahun ini, pemerintah harus menyiagakan sekurang-kurangnya 1,2 juta ton untuk kebutuhan gula untuk kebutuhan hingga Juni 2011 atau sampai masuknnya musim giling tebu tahun 2011. Jika stok tidak tersedia maka neraca gula Indonesia tahun depan akan semakin berkurang dan defisit gula tahun depan juga semakin membengkak.
"Saat ini pemain gula itu hanya mafia gula tanpa melibatkan pemain lainnya atau memberi ruang kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk bisa mengatasi gejolak gula di daerahnya masing-masing," katanya.
Sebab itu, Natsir mengharapkan adanya revisi kebijakan gula.
Soal importir yang berencana menunda pembelian gula impor, Natsir menilai hal tersebut merupakan akal-akalan untuk meraup keuntungan. Jika gula tak kunjung diimpor, maka dikhawatirkan akan ada rembesan gula dari industri rafinasi yang harga jualnya masih menggunakan harga lama.
"Yang untung pedagang gula rafinasi; karena mereka sudah beli saat harga gula US$ 630 per ton dua bulan lalu," tutur Natsir.