Disusun kembali : oleh Dickra Kartawiria
Luar biasa !!... Adalah kata yang mewakili pengaruh tayangan televisi (dan media massa lain?) terhadap perilaku seseorang. Terutama anak-anak dan remaja. Dan ironisnya, tayangan-tayangan yang provokatif seperti kekerasan, seks, mistis-klenis, dan sinetron remaja yang mengumbar umpatan, mata mendelik, dan perilaku `impolite' serta penyimpangan sex lain inilah yang saat ini mendominasi layar kaca kita.
(Semua) sinetron remaja saat ini menggambarkan persaingan dalam satu keluarga, persekongkolan yang menjijikan di kalangan anak sekolah, intrik asmara yang hiperbolis, cercaan terhadap pembantu, kata-kata kasar pada orang tua, dan segudang laku minus lainnya, dengan jam tayang yang sangat strategis: pukul 17.00-21.00. Dan ini semua tak layak di konsumsi generasi kita...
Kecuali ada maksud tertentu, membuat generasi kita generasi hedonis, generasi konsumtif, dan semua sifat yang melemahkan rasa peduli kita, memang tampak tak ada yg salah dari semua itu, jika mereka mampu dgn menghamburkan uang 250 rb perhari atau lebih hanya untuk memenuhi hasrat konsumtif/kebutuhan primernya, atau kongkow2 di club dan discotique sambil sedikit menenggak minuman beralkohol yg =waah= hargangya itu hanyalah dianggap sebuah relaksasi guna refrehng ??...
Belum lagi tontonan gosip, yang sulit dipercaya, satu stasiun televisi saja bisa memiliki lebih dari lima acara serupa, dengan materi yang biasanya diulang-ulang saja. Sadar ataupun tidak program infotainment gossip ini fungsinya dapat menjadi penghasut yang bisa menimbulkan permasalahan dan makin meruncingkan suasana. Apapun itu dalih mereka, mereka sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk di jadikan sumber beritanya.
Dengan kata sakti, RATING, tayangan infotainment banyak mendulang iklan, yang membuat air liur pengelola stasiun televisi dan rumah produksi membanyak, walaupun pemberitaan itu sudah masuk ke dalam ranah Privacy sang artis.
Contoh-contoh perilaku yang dipaparkan di atas hanya meliputi individu, dan sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Sekitar satu dekade lalu, tayangan video musik rock dituding sebagai penyebab kasus pembunuhan dan bunuh diri di kalangan remaja di Amerika Serikat dan Eropa. Film kartun Beavis dan Butthead, yang menggambarkan kenakalan luar biasa anak-anak diduga menjadi pemicu kasus pembakaran rumah dan perilaku vandalisme remaja lainnya (pengempisan ban mobil, pemecahan jendela toko, mengutil di supermarket, corat-coret dan perusakan fasilitas publik seperti telepon umum dan halte, dll).
Redatin Parwadi, yang berhasil mempertahankan disertasinya di depan senat Guru Besar Universitas Gadjah Mada 25 Juli 2002 mengatakan ada relasi positif antara jenis tontonan televisi dan perilaku agresif responden. Dan, uniknya, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar pula kecenderungan terjadi penyimpangan nilai dan perilaku seseorang.
A. Pengaruh Terhadap Perilaku Masyarakat
Tetapi, pertanyaannya kemudian adalah apakah televisi (dan media massa lain) juga mampu membentuk perilaku sosial masyarakat secara masif?
Secara utopis, bisa kita lihat menjamurnya mal-mal yang menjadi perlambang menggeliatnya budaya konsumtif masyarakat bukanlah semata-mata ekses dari membaiknya daya beli masyarakat. Pertokoan dan swalayan lebih berperan sebagai pelipur dahaga masyarakat akan gaya hidup. Gaya hidup yang ditirunya dari tontonan di televisi, melalui sinetron glamor dan iklan yang jor-joran. Munculnya model-model pakaian-seperti yang dipakai artis, katanya-dan perilaku bebas nilai di kalangan pemuda-pemudi merupakan cermin nyata pengaruh tayangan televisi, meski harus dibuktikan lagi secara empiris, untuk mengeksakkan persentasenya. Belum lagi bermunculannya rumah produksi yang menjanjikan kehidupan yang mewah setelah ngetop nantinya, melalui acara-acara kontes menyanyi, kecantikan, bakat, dan lain-lain, kontes-kontesan, merupakan momentum yang secara signifikan mengubah pola perilaku remaja kita.
Di lain sisi, secara nyata bisa kita lihat bahwa kecenderungan penghargaan terhadap hal-hal yang nonpopuler di masyarakat sangatlah minim. Keberhasilan putera-puteri yang mengharumkan nama Indonesia lewat olimpiade sains tingkat dunia seakan menghilang ditelan gemerlapnya warna-warni lampu panggung Indonesian Idol. Kesuksesan luar biasa Septinus Saa dari Papua-daerah yang katanya terbelakang, menjadi pemenang Nobel Junior, melalui rumusannya mengenai bangun heksagonal, `di-eliminasi' oleh nyanyian dan tarian para peserta Akademi Fantasi Indosiar.
Semua potensi pengaruh televisi bagi perilaku sosial masyarakat yang dapat dilihat dan dirasakan memang masih berada pada tataran kecenderungan-kecenderungan, meski sebenarnya tidak kalah mengkhawatirkan. Tidak lama lagi, (atau malah sudah?) kita akan mendapati masyarakat yang hedonis, konsumtif, bebas nilai dan norma, serta: B-O-D-O-H !!...
Dikarenakan sang penulis, pagi ini blm mandi, sedangkan nyonya rumah sudah mendesak menyuruh mandi, maka posting untuk bagian "B. Pengaruh tayangan TV dan Film terhadap sudut pandang (perspektif) politik" ditunda hingga sang penulis benar-benar bersih jasmani maupun rohani, dan sdh tentu kudu wangi biar si nyonya rumah mau menemani mem-posting sambil menyediakan segelas kopi, dgn sukarela tentunya, tak ada unsur paksaan, dan dilakukan dalam keadaan sehat dan sadar...
hheehehe...
[dKey].
Luar biasa !!... Adalah kata yang mewakili pengaruh tayangan televisi (dan media massa lain?) terhadap perilaku seseorang. Terutama anak-anak dan remaja. Dan ironisnya, tayangan-tayangan yang provokatif seperti kekerasan, seks, mistis-klenis, dan sinetron remaja yang mengumbar umpatan, mata mendelik, dan perilaku `impolite' serta penyimpangan sex lain inilah yang saat ini mendominasi layar kaca kita.
(Semua) sinetron remaja saat ini menggambarkan persaingan dalam satu keluarga, persekongkolan yang menjijikan di kalangan anak sekolah, intrik asmara yang hiperbolis, cercaan terhadap pembantu, kata-kata kasar pada orang tua, dan segudang laku minus lainnya, dengan jam tayang yang sangat strategis: pukul 17.00-21.00. Dan ini semua tak layak di konsumsi generasi kita...
Kecuali ada maksud tertentu, membuat generasi kita generasi hedonis, generasi konsumtif, dan semua sifat yang melemahkan rasa peduli kita, memang tampak tak ada yg salah dari semua itu, jika mereka mampu dgn menghamburkan uang 250 rb perhari atau lebih hanya untuk memenuhi hasrat konsumtif/kebutuhan primernya, atau kongkow2 di club dan discotique sambil sedikit menenggak minuman beralkohol yg =waah= hargangya itu hanyalah dianggap sebuah relaksasi guna refrehng ??...
Belum lagi tontonan gosip, yang sulit dipercaya, satu stasiun televisi saja bisa memiliki lebih dari lima acara serupa, dengan materi yang biasanya diulang-ulang saja. Sadar ataupun tidak program infotainment gossip ini fungsinya dapat menjadi penghasut yang bisa menimbulkan permasalahan dan makin meruncingkan suasana. Apapun itu dalih mereka, mereka sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk di jadikan sumber beritanya.
Dengan kata sakti, RATING, tayangan infotainment banyak mendulang iklan, yang membuat air liur pengelola stasiun televisi dan rumah produksi membanyak, walaupun pemberitaan itu sudah masuk ke dalam ranah Privacy sang artis.
Contoh-contoh perilaku yang dipaparkan di atas hanya meliputi individu, dan sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Sekitar satu dekade lalu, tayangan video musik rock dituding sebagai penyebab kasus pembunuhan dan bunuh diri di kalangan remaja di Amerika Serikat dan Eropa. Film kartun Beavis dan Butthead, yang menggambarkan kenakalan luar biasa anak-anak diduga menjadi pemicu kasus pembakaran rumah dan perilaku vandalisme remaja lainnya (pengempisan ban mobil, pemecahan jendela toko, mengutil di supermarket, corat-coret dan perusakan fasilitas publik seperti telepon umum dan halte, dll).
Redatin Parwadi, yang berhasil mempertahankan disertasinya di depan senat Guru Besar Universitas Gadjah Mada 25 Juli 2002 mengatakan ada relasi positif antara jenis tontonan televisi dan perilaku agresif responden. Dan, uniknya, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar pula kecenderungan terjadi penyimpangan nilai dan perilaku seseorang.
A. Pengaruh Terhadap Perilaku Masyarakat
Tetapi, pertanyaannya kemudian adalah apakah televisi (dan media massa lain) juga mampu membentuk perilaku sosial masyarakat secara masif?
Secara utopis, bisa kita lihat menjamurnya mal-mal yang menjadi perlambang menggeliatnya budaya konsumtif masyarakat bukanlah semata-mata ekses dari membaiknya daya beli masyarakat. Pertokoan dan swalayan lebih berperan sebagai pelipur dahaga masyarakat akan gaya hidup. Gaya hidup yang ditirunya dari tontonan di televisi, melalui sinetron glamor dan iklan yang jor-joran. Munculnya model-model pakaian-seperti yang dipakai artis, katanya-dan perilaku bebas nilai di kalangan pemuda-pemudi merupakan cermin nyata pengaruh tayangan televisi, meski harus dibuktikan lagi secara empiris, untuk mengeksakkan persentasenya. Belum lagi bermunculannya rumah produksi yang menjanjikan kehidupan yang mewah setelah ngetop nantinya, melalui acara-acara kontes menyanyi, kecantikan, bakat, dan lain-lain, kontes-kontesan, merupakan momentum yang secara signifikan mengubah pola perilaku remaja kita.
Di lain sisi, secara nyata bisa kita lihat bahwa kecenderungan penghargaan terhadap hal-hal yang nonpopuler di masyarakat sangatlah minim. Keberhasilan putera-puteri yang mengharumkan nama Indonesia lewat olimpiade sains tingkat dunia seakan menghilang ditelan gemerlapnya warna-warni lampu panggung Indonesian Idol. Kesuksesan luar biasa Septinus Saa dari Papua-daerah yang katanya terbelakang, menjadi pemenang Nobel Junior, melalui rumusannya mengenai bangun heksagonal, `di-eliminasi' oleh nyanyian dan tarian para peserta Akademi Fantasi Indosiar.
Semua potensi pengaruh televisi bagi perilaku sosial masyarakat yang dapat dilihat dan dirasakan memang masih berada pada tataran kecenderungan-kecenderungan, meski sebenarnya tidak kalah mengkhawatirkan. Tidak lama lagi, (atau malah sudah?) kita akan mendapati masyarakat yang hedonis, konsumtif, bebas nilai dan norma, serta: B-O-D-O-H !!...
Dikarenakan sang penulis, pagi ini blm mandi, sedangkan nyonya rumah sudah mendesak menyuruh mandi, maka posting untuk bagian "B. Pengaruh tayangan TV dan Film terhadap sudut pandang (perspektif) politik" ditunda hingga sang penulis benar-benar bersih jasmani maupun rohani, dan sdh tentu kudu wangi biar si nyonya rumah mau menemani mem-posting sambil menyediakan segelas kopi, dgn sukarela tentunya, tak ada unsur paksaan, dan dilakukan dalam keadaan sehat dan sadar...
hheehehe...
[dKey].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar