Share : | | Artikel | Film | Keluarga | Quranic Quotient Centre |                                                                                                

Sabtu, 23 Oktober 2010

PENGARUH TAYANGAN TELEVISI DAN FILM TERHADAP PERILAKU MASSA 3 :

Disusun kembali oleh : Dickra Kartawiria
dari beberapa sumber

B. Perspektif Politik :

Perihal potensi media massa (Media cetak, Media televisi dan radio, serta internet) dalam proses pembentukan masyarakat yang B-O-D-O-H, sebenarnya telah dicatat dalam sejarah.

Dari perspektif politik, hal ini bertujuan untuk mengeliminasi kritisisme rakyat yang bermuara pada langgengnya kekuasaan rezim, seperti :

Pada masa pemerintahan rezim otoriter Hitler, warga Jerman dipaksa mendengarkan radio yang isinya propaganda-propaganda antisemit, dan menawarkan mimpi-mimpi besar di bawah pemerintahannya, serta ancaman bagi para pemberontak yang ingin menggerogoti kekuasaannya.

Di Prancis, kaisar Napoleon Bonaparte menerapkan hal yang sama melalui koran.

Saat ini, Italia, di bawah kekuasaan bos media Silvio Berlusconi juga tengah dilanda pembodohan publik melalui aturan yang melarang adanya televisi nasional, yang dikhawatirkan menimbulkan opini publik terhadap pemerintahan.

Indonesia pun mencatat sejarah panjang tentang propaganda melalui media massa. Soeharto, misalnya, mengharuskan media massa berafiliasi dengan kekuatan politik tertentu seperti partai politik dan angkatan bersenjata. Akibatnya, masyarakat bukan mendapatkan informasi yang utuh tentang suatu peristiwa politik, melainkan sudah dicemari subjektivitas versi penguasa.
Masih lekat dalam ingatan kita, menguasai Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang menjelma menjadi `humas presiden', meski saat ini tayangan TVRI dianggap paling minim nilai negatifnya (sayangnya pemirsanya pun minim).

Dalam iklim demokrasi yang membaik setelah reformasi ini, memang media massa seperti menemukan momentumnya: kebebasan pers. Namun sekali lagi, yang terjadi adalah histeria, kebablasan. Alih-alih menganut kebebasan, pengelola media massa, termasuk televisi malah seperti merusak filter-filter yang mestinya tetap digunakan. Pengelola stasiun televisi lebih memikirkan kepentingan pemasang iklan, yang jelas-jelas berorientasi bisnis semata. Dan semua (terkesan) dibiarkan oleh pemerintah.

Apakah pembiaran ini ada korelasi langsung terhadap usaha pembodohan masyarakat oleh penguasa? Tesis ini memerlukan pembuktian. Tetapi, tentu bukan tidak mungkin mengingat saat ini konstelasi politik ditingkat elite sedang bergejolak, meski bukan dalam arti negatif. Skema pembiaran `kesesatan' yang dilakukan penguasa pada dasarnya sama dengan represifisme terhadap kritik. Muaranya sama: KEBODOHAN MASYARAKAT.

Pemerintah saat ini membutuhkan semacam pengalih-perhatian, taktik klasik, agar masyarakat tidak terlalu `ngeh' terhadap setiap `permainan nakal' politikus menjelang pemilihan umum. Tahunya, saat pencoblosan/pencontrengan tiba dan mencobloslah kita. Namun, sekali lagi, tesis ini masih butuh pembuktian empiris karena perilaku sosial masyarakat bukan semata-mata dipengaruhi media massa, melainkan juga kecenderungan lain yang lebih global.

Bagaimana cara kita mengatasinya Kebebasan kebablasan ini ??...
Bagaimana pula cara saya untuk menghentikan jari-jari untuk tidak mengetik sejenak ??...
Tutup sesi ini, ambil kopi,, dan langsung teguk,,, tetapi ingat !!...
Jangan dgn gelas-gelasnya ditelan, karena sesudah ini di lanjutkan dgn acara mengisap rokok sepuasnya...
pilih gelas apa rokok, hayooo ??...
[dKey].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBERITAHUAN